Warisan Budaya Merokok

03.12

Tahukah kalian, bahwa rokok menjadi salah satu masalah penting di Indonesia? Tidak hanya karena zat-zat yang terkandung di dalam rokok, tapi juga angka pertumbuhan munculnya perokok baru yang cukup signifikan. Tentu saja ini adalah hal yang memprihatinkan, mengingat pertumbuhan perokok baru bukan saja dari kalangan dewasa, tapi sudah menyentuh kalangan anak-anak dibawah umur.

Jumlah perokok dibawah umur terus meningkat setiap tahunnya. Lebih dari sekitar 30% anak di Indonesia sudah merokok sebelum usia 10 tahun. Perokok usia 10-14 tahun meningkat 2 kali lipat. Usia 15-19 tahun meningkat 3 kali lipat.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan perokok dibawah umur, terutama faktor lingkungan yang mendukung bertambahnya jumlah perokok anak. Harga rokok yang murah dan bisa dibeli perbatang. Dengan menyisihkan uang saku yang didapatkan setiap harinya, tentu mudah bagi anak-anak dibawah umur untuk membeli rokok. Cukai rokok yang rendah memberi imbas kepada harga rokok yang terjangkau bagi anak-anak. Jika mereka tidak mampu membeli rokok bermerk, mereka pun tetap mampu membeli rokok yang merupakan hasil lintingan pribadi, yang tentunya lebih murah dari harga rokok bermerk pada umumnya.

Anak dibawah umur pun bisa membeli rokok dimana saja tanpa penolakan. Jika pun ada penolakan, dengan dalih disuruh bapak akan membuat di penjual rokok percaya dan memperbolehkan anak-anak untuk membeli rokok. Ini dikarenakan orang tua dengan mudahnya dan tanpa berpikir panjang seringkali menyuruh anaknya membeli rokok di warung maupun toko terdekat. Anak-anakpun mendapat celah dimana mempermudah mereka untuk membeli dan mengonsumsi rokok. Sekitar 59% remaja membeli rokok di warung dan toko, serta tidak pernah ditolak karena usia mereka.

Lantas, darimana anak dibawah umur mengenal rokok? Selain pengaruh lingkungan maupun orang tua perokok, terpaan iklan pun menjadi salah satu pendukung penting meningkatnya jumlah perokok anak. Iklan rokok muncul dimana saja, tidak hanya televisi tapi juga media cetak, jalan, warung, toko, baliho, dan masih banyak lagi. Sekitar 48% remaja mulai merokok karena terpengaruh iklan. Sekitar 99,6% remaja terpapar iklan rokok yang ada di luar ruangan.

Sekitar 59% balita menjadi perokok pasif dan 78% remaja terpapar asap rokok di tempat umum. Tentu angka tersebut adalah jumlah yang sangat besar jika dilihat dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 200 juta orang. Jutaan anak-anak menjadi perokok dan terpapar asap rokok. 
Satu orang perokok yang tidak peduli dengan masalah tersebut, bisa berpengaruh kepada banyak anak dan remaja di sekitarnya. Banyak korban yang terpapar rokok tanpa disengaja, dan hal ini bisa terjadi dimana saja. Padahal perokok pasif beresiko 3 kali lebih besar dalam mengidap penyakit kronis, dikarenakan asap rokok dihirup secara langsung tanpa ada filter.

Jika angka pertumbuhan ini tidak segera diminalisir dan perokok anak dibiarkan tidak terlindungi maupun dicegah keberadaannya, maka pada 2020-2030 mereka menjadi penduduk produktif yang sakit-sakitan dan menjadi beban ekonomi. Indonesia terancam tidak bisa menikmati bonus demografi, dimana penduduk produktif berjumlah lebih banyak.

Maka apa yang harus dilakukan untuk mencegah bertambahnya sekaligus mengurangi jumlah perokok dibawah umur? Bisa dengan cara mengeluarkan peraturan tegas pelarangan menjual rokok pada anak. Dengan adanya larangan tegas yang berlaku, setidaknya akan meminimalisir jumlah pembeli rokok di kalangan anak sekaligus memberikan efek jera bagi penjual maupun pembeli, sehingga tidak seenaknya memasarkan rokok pada siapapun. Penjual pun akan menjadi lebih berhati-hati dalam menjual rokok.

Rokok tidak dijual batangan sehingga tidak terjangkau oleh anak dibawah umur. Hanya dengan uang saku, tidak mungkin anak-anak terus-terusan membeli satu pak rokok setiap harinya. Hal ini juga salah satu solusi efektif untuk mengurangi perokok dibawah umur.

Diadakannya pembatasan ataupun dihilangkannya iklan rokok yang ada di televisi, media cetak, baliho, warung, toko, ataupun tempat-tempat lainnya. Agar anak tidak terpapar terpaan iklan dan mencegah mereka untuk tertarik dan memulai merokok. Serta tidak menggunakan artis terkenal yang memiliki kemungkinan menjadi idola dari anak-anak, agar kemudian kalangan dibawah umur tidak akan memiliki perhatian lebih terhadap rokok.

Kemudian dengan meningkatkan cukai rokok terhadap negara dan diperketat aturan pelarangan pemasaran rokok tanpa cukai. Selain penerimaan negara dari cukai rokok pun akan meningkat, harga rokok yang mahal akan menjadi tidak terjangkau bagi anak-anak. Mereka pun tidak akan memiliki kesempatan mengonsumsi rokok karena harga yang tinggi.

Dengan begitu, anak-anak akan terlindungi dari asap rokok dan jumlah perokok pasif otomatis akan berkurang. Orang tidak akan lagi merokok sembarangan dan resiko memburuknya kualitas kesehatan serta munculnya penyakit kronis menurun. Jumlah perokok anak pun akan berkurang secara signifikan. Anak-anak akan bisa bertumbuh kembang dengan sehat dan kualitas kesehatan sumber daya manusia di masa depan meningkat. Pada 2020-2030 Indonesia akan dapat menikmati bonus demografi dimana jumlah penduduk produktif  lebih banyak.

You Might Also Like

0 komentar