Perempuan Rendah Akal? Perempuan Sarjana?

18.26

             

               Beberapa tahun yang lalu salah satu teman dekat saya bilang, “Saya nggak suka perempuan yang kuliah. Buat apa mereka sekolah tinggi-tinggi, apalagi berkarir? Nanti siapa yang mengurus keluarga, memasak, setrika dan mendidik anak? Lagian kalau ikut-ikut urusan cowok tuh ga bakal nututin.”

Aneh.

Saya tidak mempermasalahkan preferensi perempuan seperti apa yang dia inginkan, tapi statementnya yang mempertanyakan alasan perlunya perempuan untuk berpendidikan, membangun karir, hingga yang dimaksud ikut-ikut urusan cowok sudah jelas membuat saya ‘gagal paham’. Tentu kekesalan yang saya miliki valid karena nyatanya praktik patriarki maupun pandangan misogini masih eksis dan banyak terjadi. Hal ini menjadi sebab kenapa saya membuat tulisan ini.

Selain itu beberapa ungkapan seperti, “perempuan nggak usah ikut-ikutan, yang dipake perasaan, bikin kerjaan ruwet” juga sering saya temui. Meskipun saya sudah terbiasa, bukan berarti saya tidak sebal ketika mendengarnya. Kenapa seolah-olah perempuan menjadi gender kasta kedua yang ide-ide dan gagasannya tidak dianggap? Kenapa perempuan tidak bisa hidup sebebas dan senyaman laki-laki? Jangankan berpendapat maupun berekspresi, perempuan berpendidikan saja sudah diperdebatkan.

Perlu dipahami bahwa ujaran seperti ini cukup berbahaya untuk dibiarkan. Perempuan akan semakin lama dibisukan oleh lingkungan karena dinormalisasinya pemahaman perempuan yang mengedepankan nafsu dalam berpikir. Perspektif wanita akan terus dibatasi dan tidak terartikulasikan dengan baik di masyarakat. Suara wanita pun selamanya akan selalu termarjinalkan.

Kepekaan perasaan wanita kerap menjadi dalih bahwa mereka adalah makhluk yang rendah akal dan tidak berhak berekspresi di ruang publik. Ungkapan ini sudah dipatahkan oleh sejumlah penelitian yang menunjukkan bahwa perempuan maupun laki-laki memiliki kemampuan berpikir rasional yang sama. Meskipun volume amigdala baku otak laki-laki lebih besar 10% dibandingkan struktur milik perempuan, faktanya perbedaan gender sama sekali tidak berpengaruh dalam kemampuan kognitif. Jadi semakin jelas bahwa stigma ‘perempuan rendah akal’ yang melekat hanyalah buah dari konstruksi sosial yang selama ini mengesampingkan lingkaran feminin.

Pendidikan menjadi pondasi penting untuk perempuan mengaktualisasikan diri dan mengembangkan kemampuan yang ia punya. Melalui fasilitas edukasi yang mudah didapat dan keleluasaan berpikir melalui nalar kritisnya akan membentuk karakter perempuan berdaya yang kuat dan matang. Entah nantinya menjadi ibu rumah tangga atau perempuan/ibu yang berkarir, saya pikir semuanya mempunyai privilegenya masing-masing.

Kenapa ibu rumah tangga juga perlu berpendidikan? Perempuan yang terpelajar memiliki lebih banyak bekal pengalaman dan keterampilan untuk mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anaknya. Analytical thinking dan scientifical thinking-nya sudah terasah dengan baik sehingga dalam mengambil keputusan tidak berdasarkan ‘katanya’ saja. Mereka pun akan lebih melek dan update terhadap berbagai aspek rumah tangga, termasuk akses pendidikan, ekonomi dan kesehatan yang lebih baik untuk keluarganya. Nyatanya perempuan yang terdidik tidak bertujuan untuk menjadi dominan diatas laki-laki. Eksistensi perempuan berdaya tidak akan merugikan laki-laki sama sekali. Justru wanita terpelajar akan menghadirkan kerja sama yang baik dengan laki-laki dan membentuk iklim lingkungan keluarga yang sehat dan nyaman.

Saya sendiri tidak menemukan teks agama yang melarang wanita mengenyam pendidikan dan menjadikan kegiatan-kegiatan domestik sebagai kewajiban mutlak. Banyaknya perempuan pintar pada jaman nabi, sahabat, tabi’in dan jaman setelahnya pun menjadi bukti bahwa semua wanita memiliki hak yang sama dalam mendapatkan akses edukasi seperti hal nya laki-laki.

Toh, belajar dan menempuh pendidikan tinggi merupakan bentuk proses berpikir dan membentuk karakter yang matang dalam bertindak serta menghadapi proses kehidupan yang lebih jauh. Jadi tidak ada salahnya perempuan ‘sekolah tinggi-tinggi’.

You Might Also Like

0 komentar