MENTAL HEALTH : It’s okay not to be okay
21.13
“It’s okay not to be okay.”
Saat ini banyak orang sudah mulai mendapatkan kebebasannya dalam beropini maupun berekspresi. Yang
ogut liat, berbicara mengenai pandangan politik, ideologi, hingga gaya hidup
dan kesehatan di dunia maya ataupun lingkungan sosial adalah hal yang lumrah. Dengan kebebasan sebegitu luasnya, ada satu
hal yang jadi perhatian saya, yang sebenarnya menjadi masalah yang dialami oleh
hampir setiap orang dan seringkali tidak bisa ungkapkan.
Ya.. Obrolan mental
health atau kesehatan mental ternyata masih menjadi hal yang tabu.
Padahal mentah
health adalah problem yang cukup serius. Saya pernah baca di salah satu situs
yang kasih data survei dari Global Health Data Exchange kalo di tahun 2017 ada
27,3 juta orang di Indonesia yang mengalami masalah kejiwaan, dimana 8,4 juta
jiwa mengalami masalah kecemasan (Anxiety Disorder) dan 6,6 juta orang
mengalami depresi. Angka yang besar tersebut ternyata sebagian besar belum
tertangani dengan layak.
Seringkali orang
berpikir mental health adalah sebuah aib dan tidak untuk dibicarakan. Padahal
hal tersebut sangat rentan dan perlu ditangani dengan benar karena bisa
berakhir dengan hal-hal yang tidak diinginkan.
Saya sering nggak
setuju kalo ada yang bilang, “Kalau ada masalah jangan diceritain, diselesaiin
sendiri. Jangan sampe ngerepotin.” Ya itu gapapa kalo emang bisa diselesaiin
sendirian, tapi kalo nyatanya orang tersebut butuh pertolongan dan nggak bisa
menyelesaikan sendiri, why not for sharing?
Beberapa tahun yang
lalu, salah satu temen saya bilang kalo pingin bunuh diri. Beberapa kali dia
nyoba melukai diri sendiri dengan cara menyayat pembuluh darah. Padahal kalo
diliat-liat, dia adalah orang yang cukup religius. See? Bahkan orang religius
bisa terkena depresi. It means kalo mental health bisa jadi masalah bagi siapa
saja, tanpa terkecuali. Untungnya lagi, temen saya tadi cerita dan temen-temen
terdekatnya berusaha ngebantu. Hamdalah sekarang dia udah pulih. Gimana jadinya
kalo seumpama dia nggak cerita? I dunno what would happen.
Tau juga kan berapa
banyak artis yang notabene berlimpah harta dan ketenaran ternyata ngalamin mental
health issue hingga ngelakuin bunuh diri?
Jadi, apa yang harus
kita lakuin? Jangan pernah takut buat cerita dan jangan males buat ngedengerin
orang lain cerita.
Buat yang merasa
dirinya sedang tidak baik-baik saja. Inget, ‘It’s okay not to be okay’. Cari
temen yang kamu percaya dan bisa diajak sharing. Ungkapkan keresahanmu,
kegelisahanmu. Ekspresikan dirimu. Yang penting jangan sampe kamu melukai diri
kamu sendiri. Liat sekeliling, banyak yang sayang sama kamu. You’re not alone.
Ngobrolin mental health adalah hal normal. Gak ada yang salah dengan hal ini.
Dan buat orang-orang
yang mungkin tau kalo di sekelilingnya ada orang yang butuh pertolongan, you
have to help them! Jangan sampe mereka merasa sendirian. Dengerin mereka,
ajakin ngobrol. Tapi kita perlu hati-hati, jangan sampe kita kasih toxic positivity
kayak bilang makanya tobat, sholat sana, sabar ya, nggak usah dipikirin ya,
atau ungkapan-ungkapan sejenisnya. It’s not a good idea, dude! Malah
memperparah keadaan. Justifikasi juga bakalan memperkeruh suasana, penghakiman
harus disingkirkan. Karena sebenernya yang dibutuhin adalah support orang
terdekat, temen curhat.
So, guys.. Untuk
yang ketiga kalinya, ogut tulis di postingan kali ini. Karena ini penting :
It’s okay not to be okay.
Nggak papa ngerasa
nggak baik-baik aja. Kalau ada masalah cerita aja ke orang-orang terdekat yang
bisa dipercaya. Dan jangan bosen ngedengerin cerita orang lain, karena kita
nggak ngerti apa yang sedang mereka alami.
1 komentar
Kak Vania, judulnya "it's okay to not be okay" apa "...not to be..."?
BalasHapus